Perlawanan Imperialisme dan Kolonialisme Melalui Pendidikan

  1. Indonesische Nederlandsc School Kayu Tanam

Indonesische Nederlandsc School Kayu Tanam adalah suatu lembaga pendidikan menengah swasta yang didirikan pada tanggal 31 Oktober 1926. Di kayu Tanam, sekitar 60 km disebelah utara Kota Padang. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 18 hektar. Sang pendiri adalah Mohammad Syafei, seorang tokoh pendidikan nasional yang dipercaya menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang ketiga (setelah KI hajar Dewantara dan Todung Sultan Gunung Mulia) dalam Kabinet Sjahrir II. Dari sekolah inilah muncul nama-nama besar dalam sejarah politik dan seni nasional, seperti Tarmizi Taher, Ali Akbar Navis, dan Maochtar Lubis.

Setelah menamatkan sekolah raja (sekolah guru) di Bukit Tinggi, Sumatra Barat pada 1914, Syafei merantau ke Batavia. Selain aktif di organisasi Budi Utomo dan Insulinde, ia mengajar di Sekolah Kartini selama enam tahun. Setelah itu, dengan biaya sendiri, ia berangkat ke Belanda pada 3 Mei 1922 untuk memperdalam ilmu musik, menggambar, sandiwara, serta memperdalam pendidikan dan keguruan.

Di negeri Belanda, ia aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) dengan mengetuai seksi pendidikan. Syafei sangat menekankan peran dan pentingnya pendidikan bagi pengembangan nasionalime di Indonesia. Pada1925 ia kembali ke Hindia Belanda (Sumatra Barat), dan pada 31 Oktober 1926 merintis sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische Nederlandse School di Kayu Tanam.

Mohammad Syafei dan Sekolah Guru Bumiputera

Visi pendidikan Moh. Syafei dapat diringkas dalam tiga kata atau 3H, yaitu head, heart, dan hand. Head artinya sekolah memfasilitasi peserta didik agar mampu berpikir secara rasional. Heart artinya sekolah memfasilitasi peserta didik menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter mulia. Hand artinya sekolah memfasilitasi peserta didik agar pada akhirnya mereka memiliki keterampilan yang nyata sesuai dengan bakat yang dikaruniakan Tuhan kepada tiap-tiap orang.

  • Taman Siswa

Taman Siswa merupakan salah satu organisasi pergerakan dengan fokus kegiatan dalam bidang pendidikan. Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara menerapkan tiga konsep pengajaran dalam kegiatan pendidikan di Taman Siswa, yaitu sebagai berikut.

  • Ing ngarsa sung tulodo, artinya para guru yang memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan, harus dapat memberi contoh dengan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat menjadi teladan bagi siswanya.
  • Ing madya mangun karsa, artinya guru harus dapat memberi motivasi yang baik bagi siswanya, memberikan bimbingan yang terusmenerus agar siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya.
  • Tut wuri handayani, artinya guru wajib membimbing siswa untuk dapat menggali sendiri pengetahuannya, menemukan makna dari pengetahuan yang diperolehnya sehingga pengetahuan itu dapat berguna bagi kehidupannya.
Ki Hajar Dewantara

Perjuangan Taman Siswa bukan tidak mengalami hambatan, karena Belanda kemudian mengeluarkan aturan, yaitu akan menutup semua sekolah-sekolah liar. Istilah sekolah liar mengacu pada sekolah-sekolah swasta yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, Ki Hajar Dewantara berjuang agar sekolah Taman Siswa tidak dibubarkan. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Belanda mencabut undang-undang (ordonansi) tentang sekolah liar ini pada tahun 1935. Keberadaan

Taman Siswa sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Mereka yang tidak bisa masuk sekolah pemerintah dapat memperoleh pendidikan di sekolah ini. Atas jasa dan perjuangannya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, yaitu tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Selain itu, semboyan Tut Wuri Handayani terpatri dalam lambang Kementerian Pendidikan dan Keudayaan Republik Indonesia.