Masyarakat Pra-Industri<\/strong><\/p>\n\n\n\n Evolusi peradaban manusia sudah berlangsung sangat panjang. Pengenalannya <\/strong>terhadap alam memungkinkan berkembangnya pengetahuan dan teknologi dalam <\/strong>kehidupannya. Perlindungan diri atas alam, seperti cuaca yang menyebabkan perubahan <\/strong>musim, manusia mulai memikirkan tempat tinggal yang aman dari cuaca. Kebutuhan <\/strong>akan makan, manusia hidup dari berburu, dengan menciptakan teknologi sederhana <\/strong>untuk menangkap binatang buruan. Kebutuhan makan dari sejumlah anggota masyarakat <\/strong>mendorong munculnya pengetahuan dan teknik bertani. Bangsa Mesir adalah contoh petani <\/strong>yang handal dalam peradaban manusia karena mereka telah mengembangkan irigasi (van <\/strong>Loon, 2019:18).<\/p>\n\n\n\n Dalam perkembangan berikutnya, bangsa Mesir telah menggunakan tulisan <\/strong>sebagai alat untuk mewariskan pengetahuan dan teknologinya kepada generasi berikutnya <\/strong>(van Loon, 2019: 21). Tulisan bangsa Mesir merupakan \u201ctulisan fonetik\u201d, sebuah karakter <\/strong>yang memproduksi \u201cbunyi (fon<\/em>)\u201d dari dari bahasa lisan (van Loon, 2019: 21). Dengan tulisan <\/strong>fonetik memungkinkan diterjemahkannya semua ungkapan atau kata yang dilisankan <\/strong>menjadi bentuk tulisan dengan bantuan beberapa titik, tanda pisah, dan tanda kait. Pada sisi <\/strong>lain, penggunaan tulisan juga sudah dikenal oleh bangsa Sumeria. Tulisan bangsa Sumeria <\/strong>dan tulisan bangsa Mesir oleh bangsa Fenisia dipadukan dan disusun dalam bentuk huruf.<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kaum pedagang Fenisia menciptakan 22 huruf alfabet. Huruf-huruf alfabet lebih lanjut <\/strong>dikembangkan oleh bangsa Yunani. Akhirnya disempurnakan oleh bangsa Romawi (van <\/strong>Loon, 2019: 44-46). Peradaban semacam ini telah terjadi jauh sebelum masehi, sekitar <\/strong>3.000 tahun sampai dengan 1.500 sebelum masehi (Botsford, 2018: 32).<\/strong><\/p>\n\n\n\n Sekolah sudah dikenal di Athena dan Yunani. Sekolah di Athena dikhususkan untuk <\/strong>anak laki-laki yang dikirim ke sekolah, dipelihara oleh seorang tuan yang digaji oleh orang tua <\/strong>yang belajar di sekolah tersebut (Botsford, 2018: 63). Anak-anak tersebut belajar membaca <\/strong>dan menulis, sopan santun, hormat pada orang yang lebih tua, dan cinta kepada negara. <\/strong>Mereka juga belajar puisi dan musik untuk mengasah perasaannya. Thales, seorang filsuf <\/strong>zaman Athena bersama dengan para pemikir lainnya telah mengembangkan matematika, <\/strong>astronomi, sains, dan retorika (Botsford, 2018: 67).<\/p>\n\n\n\n Lebih lanjut dalam peradaban Yunani, <\/strong>Socrates membangun ilmu pengetahuan dengan metode induksi, di mana definisi dibangun <\/strong>atas fakta-fakta yang ditemukan dalam alam dan masyarakat (Botsford, 2018: 78). Tradisi <\/strong>ilmu pengetahuan Socrates dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Plato. Salah satu <\/strong>karya Plato yang terkenal adalah Republik, yaitu ajaran tentang negara ideal yang dipimpin <\/strong>oleh para filusuf (Botsford, 2018: 80). Pemikiran ilmiah Plato diteruskan oleh muridnya <\/strong>Aristoteles, yang berpendapat bahwa negara yang baik didasrkan pada hukum. Itulah <\/strong>yang kemudian mendasari peradaban di negara-negara Barat (Eropa). Peradaban dalam <\/strong>sejarah manusia tersebut berkembang dengan dukungan teknologi yang masih sederhana.<\/strong><\/p>\n\n\n\n Manusia memproduksi barang dengan mengandalkan tenaga manusia, tenaga hewan, <\/strong>tenaga air, dan tenaga angin. Penggunaan tenaga tersebut menyebabkan aktivitas manusia <\/strong>dan masyarakat menjadi terbatas. Tenaga manusia hanya mampu mengangkat barangbarang <\/strong>yang bebannya ringan. Demikian juga tenaga hewan digunakan di penggilingan penggilingan <\/strong>yang tidak menggunakan tenaga berat. Atau penggilingan-penggilingan <\/strong>yang berat menggunakan tenaga air atau tenaga angin. Kelemahan tenaga air dan tenaga <\/strong>angin adalah tempat-tempat produksi harus dekat dengan sumber air atau tempat yang <\/strong>berangin kencang. Sistem kehidupan di Eropa sampai dengan abad ke-18 ditandai sebagai <\/strong>peradaban agraria, yakni mengandalkan pada hasil pertanian.<\/strong><\/p>\n\n\n\n Penggunaan tenaga manusia, tenaga hewan, tenaga air, dan tenaga angin juga <\/strong>sudah akrab dengan peradaban masyarakat yang mendiami wilayah Nusantara atau <\/strong>Indonesia sekarang ini. Penggunaan tenaga-tenaga tersebut untuk mendukung kehidupan <\/strong>masyarakat agraria di Indonesia dan masyarakat bahari. Penggunaan tenaga manusia <\/strong>dan tenaga hewan misalnya digunakan untuk mengolah lahan pertanian dan penarik <\/strong>gerobak angkutan barang. Penggunaan tenaga air dan tenaga angin banyak digunakan <\/strong>dalam penggunaan kapal-kapal layar sebagai masyarakat bahari. Contohnya penggunaan <\/strong>layar yang menggunakan angin sebagai tenaga penggeraknya pada Kapal Pinisi yang <\/strong>menguasai lautan Nusantara dan menjalankan misi perdagangan ke belahan dunia yang <\/strong>lain.<\/p>\n\n\n\n Kapal Phinisi adalah sebuah kapal layar kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan dan kebanggaan masyarakat Indonesia. Kapal Pinisi adalah berbadan besar yang terbuat <\/strong>dari kayu. Ketenaran dan ketangguhan kapal ini sudah terdengar di seluruh dunia. Sudah <\/strong>sejak sekitar abad ke-14, Kapal Phinisi sudah berlayar dan menjelajah samudera di seluruh<\/strong><\/p>\n\n\n\n Penggunaan tenaga manusia dan tenaga hewan dalam bidang pertanian di Indonesia <\/strong>masih berlangsung sampai sekarang. Coba kalian perhatikan beberapa gambar penggunaan <\/strong>tenaga manusia dan tenaga hewan dalam pengolahan lahan sawah di Indonesia. Dalam <\/strong>perkembangan berikutnya, tenaga manusia dan tenaga hewan dalam bidang pertanian di <\/strong>Indonesia dipadukan dengan penggunaan mesin. Penggunaan tenaga manusia, tenaga hewan, <\/strong>dan mesin dalam pertanian Indonesia biasanya dilakukan oleh petani-petani tradisional.<\/strong><\/p>\n\n\n\n