Keterkaitan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit sebagai kerajan maritim ditinjau dari aspek sistem pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan dengan kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini.

  1. Aspek politik

Dengan masuknya ajaran agama Hindu-Buddha ke Indonesia maka kerajaan yang ada, baik Sriwijaya maupun Majapahit menggunakan sistem pemerintahan yang berkaitan dengan agama dengan raja sebagai kepala pemerintahan. Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, untuk menjamin kelanggengan kekuasaan raja, maka diambil sumpah setia bagi seluruh keluarga raja, serta pejabat kerajaan. Barang siapa melanggar sumpah setia pada raja, maka akan terjena kutukan jahat dari sang raja.

Demikian pula di masa sekarang, untuk menjamin keberlangsungan NKRI, maka semua pejabat yang terpilih dalam struktur pemerintahan, pada saat pelantikannya senantiasa diambil sumpah jabatannya. Bukan hanya di sektor pemerintah, di sektor swasta juga ada yang menerapkan sumpah jabatan, atau pengganti sumpah jabatan membuat surat pernyataan pakta integritas sesuai dengan ketentuan organisasi.

Kerajaan Majapahit memiliki pejabat yang kompeten dan handal dalam kemaritiman, misalnya Patih Gajah Mada dan Mpu Nala. Di masa sekarang, guna memilih pejabat yang kompeten maka dilaksanakan melalui seleksi kepatutan dan kelayakann (fit and proper test).

Monumen Jales Viva Jayamahe

Ciri khas kerajaan maritim, senantiasa memiliki armada militer laut dan pelayaran yang kuat. Pada jaman dahulu armada militer ini berfungsi untuk memperluas wilayah kekuasaan sekaligus berperan untuk mempertahankan wilayah kerajaan. Sementara armada pelayaran untuk mendukung kegiatan perdagangan, baik di dalam maupun luar kerajaan. Saat ini untuk menunjukan eksitensi kedaulatan wilayah laut, pemerintah Indonesia membentuk TNI Angkatan Laut yang tangguh, handal, dan profesional dengan armada kapal laut yang dipersenjatai dengan peralatan canggih.

Hal lain yang membanggakan adalah bangsa kita juga sudah mampu mempuat armada kapal laut yang diproduksi oleh PT PAL I dan II baik untuk keperluan militer maupun keperluan pelayaran. Salah satu monumen penanda yang membuktikan kita jaya di laut adalah monumen “Jalesveva Jayamahe”. Dibangun dalam area Komplek Armada Timur Ujung, Kota Surabaya, Jawa Timur. Menumen ini menggambarkan TNI Angkatan Laut yag tangguh sebagai armada yang mempertahankan kedaulatan laut Indonesia. Secara politik ini memberikan peringatan bagi negara luar bahwa kita siap mempertahankan NKRI dengan memiliki armada tentara laut yang tangguh.

  • Aspek Sosial

Masyarakat pada masa kerajaan maritim Hindu-Buddha hidup rukun, harmonis dan berdampingan di antara pemeluk agama hindu dan Buddha. Hal Ini tercermin pada Kerajaan Majapahit, yakni Raja Hayam Wuruk yang beragama Hindu, sedangkan Patih Gajah Mada beragama Buddha. Pemimpin yang rukun adalah cerminan kehidupan yang harmonis di masyarakat. Keharmonisan kehidupan beragama ini, juga menghantarkan Kerajaan Majapahit di bawah kepemininan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada mencapai pucak kejayaan. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha masyarakat terbuka dalam berinteraksi sosial dengan dunia internasional, melalui kegiatan perdagangan maupun penyebaran ajaran agama Hindu-Buddha.

Dinamika masyarakat Indonesia, sudah mewarisi keharmonisan kehidupan beragama ini. Sekarang semakin dinamis, sudah terbuka dengan berbagai ragam perbedaan suku, budaya, dan agama penduduk Indonesia. Di era modern sekarang ini, dimana sekat-sekat suata negara, sudah seperti tiada batas, dalam arus globalisasi. Dunia serasa seperti dalam satu genggaman melalui bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Guna mendorong interaksi sosial masyarakat Indonesia dengan dunia, agar kita lebih maju lagi, mendorong adanya pertukaran pelajar antarnegara, pertukaran kebudayaan antarnegara, bahkan interaksinya bukan lagi bersifat perorangan, ataupun kelompok kecil yakni melalui kerjasama sister city kota-kota pelabuhan.

  • Aspek Ekonomi

Indonesia sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha sudah menjadi rute perdagangan internasional. Kegiatan distribusi perdagangan lewat jalur laut, sehingga kerajaankerajaan maritim membangun pelabuhan-pelabuhan di pusat-pusat perdagangan di wilayah kekuasannya. Di zaman sekarang untuk memperkuat arus mobiltas distribusi barang maupun manusia, maka pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mencentuskan program tol laut. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Indonesia. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. Distribusi yang lancar dan terjangkau diharapkan bisa menekan biaya produksi, sehingga harga barang tetep bisa terjangkau. Daya beli masyarakat yang stabil membuat roda ekonomi negara juga berjalan stabil.

  • Aspek Kebudayaan

Sebagai bangsa maritim, kita bangga akan kekayaan dan keindahan perairan kita. Kita wajib bersyukur telah dianugrahi perairan yang begitu luar biasa. dan bertanggung jawab atas kelestariannya. Sebagai bangsa yang beragama, rasa syukur dapat diwujudkan sesuai dengan agama dan keyakinan penganutnya. Hampir di kawasan pantai di Indonesia, masyarakat nelayan memiliki upacara adat misalnya “petik laut” ada pula yang menyebutnya ‘larung sesaji” dan lain sebagainya. Sebagai rasa syukur atas hasil laut yang melimpah, masyarakat mengadakan ritual sesuai tradisi masing-masing. Salah satu ciri khas upacara adat maritim warisan masa Hindu-Buddha adalah adanya tokoh pemuka adat yang memimpin ritual “petik laut”. Upacara ini telah berkembang bukan hanya sebagai tradisi, namun juga berkembang menjadi obyek wisata budaya. Mendongkrak perekonomian lewat wisatawan lokal, dan asing yang membelajakan uangnya selama mengunjungi acara petik laut.

Kegiatan Sedekah Laut atau Petik Laut di Indonesia