Perlawanan Terhadap Portugis, VOC dan Hindia Belanda

  1. Perlawanan Terhadap Portugis
  2. Perlawanan Kesultanan Ternate

Kebijakan monopoli perdagangan yang dilakukan bangsa Portugis membuat rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis. Sultan Hairun kemudian ditangkap dan dihukum mati pada 1570. Perjuangannya dilanjutkan oleh Sultan Baabullah. Di bawah Baabullah, bangsa Portugis berhasil diusir dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis lalu menyingkir ke Pulau Timor dan berkuasa di Timor Timur sampai menjelang akhir abad XX.

Sultan Baabullah
  • Perlawanan Kesultanan Demak

Monopoli perdagangan yang dilakukan bangsa Portugis di Malaka, membuat aktivitas perdagangan para saudagar muslim di tempat itu terganggu. Hal ini memicu solidaritas dari Kesultanan Demak, baik terhadap Kesultanan Malaka maupun terhadap para saudagar muslim. Khawatir akan ekspansi Portugis di Pulau Jawa, maka Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggono terlebih dahulu menyerang Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan berhasil menguasainya. Pada 1527, tanpa menyadari terjadi perubahan kekuasaan di Sunda Kelapa, bangsa Portugis tiba untuk membangun benteng. Selanjutnya, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil mengusir bangsa Portugis. Atas kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang gemilang.

  • Perlawanan Kesultanan Aceh

Sultan Ali Mughayat Syah yang memrintah antara 1514-1530 berhasil mengusir Portugis dari wilayah Aceh. Selanjutnya, Sultan Alaudin Riayat Syah al-Qahar (1538-1571) menentang kekuatan Porutgis dengan bantuan Turki. Penggantinya, Sultan Alaudin Riayat Syah, juga menyerang bangsa Portugis di Malaka tahun 1673 dan 1575, Sultan Iskandar Muda (1607-1638) pernah dua kali menyerang bangsa Portugis di Malaka, yaitu pada tahun 1615 dan 1629. Meskipun tidak berhasil mengusir bangsa Portugis dari Malaka, perlawanan rakyat Aceh terhadap bangsa tetap berlanjut hingga Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.

Sultan Iskandar Muda
  • Perlawanan Terhadap VOC
  • Perlawanan Kesultanan Mataram

Awalnya hubungan antara Kesultanan Mataram dan VOC barjalan baik. Mataram mengijinkan VOC mendirikan benteng (loji) sebagai kantor perwakilan dagang di daerah Jepara. Lama-kelamaan, Mataram di bawah Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di wilayahnya sangat membahayakan pemerintahannya. Serangan pertama pada 1628 gagal. Tidak kurang dari 1.000 prajurit Mataram gugur ketika itu. Sementara itu, serangan kedua berlangsung pada Agustus – Oktober tahun 1629. Serangan ini juga mengalami kegagalan, antara lain karena kalah persenjataan, kurangnya persediaan makanan (lumbunglumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Karawang dimusnahkan oleh VOC, sementara jarak Mataram Batavia terlalu jauh), serta wabah penyakit yang menyerang pasukan Mataram.

  • Perlawanan Kesultanan Gowa atau Makasar

Perang melawan VOC diawali dengan perlucutan dan perampasan terhadap armada VOC di Maluku oleh pasukan Hasanuddin. Tindakan ini memicu perang, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Makasar (1666-1669). Dalam perang itu, VOC bersekutu dengan raja Bone yang menjadi seteru Gowa yang bernama Arung Palaka (pada waktu itu Bone berada di bawah kekuasaan Gowa).

  • Perlawanan Kesultanan Banten

Persaingan dagang dengan VOC di Batavia yang menganggap Banten sebagai ancaman. Rongrongan VOC terhadap politik Kerajaan Banten. Tokoh yang memimpin perlawanan terhadap VOC adalah Sultan Ageng Tirtayasa (1652-1682). Dalam upayanya melawan VOC, Sultan Ageng Tirtayasa mencoba bekerja sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti pedagang Inggris. Sultan Ageng Tirtayasa juga menyerang kapal-kapal dagang VOC di perairan Banten dan wilayah perbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan Tangerang tahun 1658-1659. Perang yang berlangsung selama setahun itu berakhir dengan perjanjian damai pada 10 Juli 1659. VOC melawan serangan Sultan Ageng dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan di Batavia dan memblokade pelabuhan-pelabuhan dagang Banten.

  • Perlawanan terhadap Pemerintahan Hindia Belanda

Tabel: Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda

  1. Perlawanan Rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku dilatarbelakangi ketidakinginan mereka akan kedatangan kembali orang-orang Belanda di wilayah tersebut. Pada tahun 1810-1816, Hindia Belanda, termasuk Maluku, dikuasai oleh Inggris. Pada saat diperintah Thomas Stamford Raffl es, beberapa ketentuan pada masa VOC tidak ditegakkan, misalnya praktik monopoli dagang, terutama cengkih dan kerja rodi.

Pada 1817, Belanda kembali berkuasa di Maluku. Aturan-aturan yang menindas kembali diberlakukan, seperti aturan kerja paksa dan monopoli perdagangan cengkih. Selain itu, Residen Saparua yang baru, J.R van den Berg, juga dianggap tidak peka terhadap keluhan rakyat. Belanda memaksa para pemuda untuk menjadi soldadu (tentara) yang akan ditugaskan ke Jawa.

  • Perlawanan Rakyat Jawa

Perang melawan kolonialisme di Jawa tengah dan timur ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan berlangsung antara tahun 1825-1830. Salah satu yang melatarbelakangi terjadinya perang ini adalah penetapan berbagai pajak oleh pemerintah kolonial Belanda yang membuat rakyat menderita, misalnya gerbang-gerbang pajak didirikan di pintu masuk pasar dan dekat jembatan.

Pengaruh Belanda dalam urusan tata pemerintahan Mataram semakin besar. Hal ini tidak terlepas dari adanya konfl ik internal di Istana Mataram, yakni pertentangan antara bangsawan dan perebutan takhta kerajaan. Konfl ik ini dapat terjadi karena Belanda menerapkan strategi devide et impera. Hal dapat terlihat dari terpecahnya wilayah Mataram setelah perjanjian Giyanti pada 1755 menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang menandai berakhirnya kekuasaan Mataram sebagai satu kesatuan politik dan Wilayah. Pada tahun 1757, di bawah Perjanjian Salatiga,

Kesultanan Mataram dipecah lagi menjadi lagi menjadi tiga, yakni Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, dan Mangkunegaran. Pada 1813, Kesultanan Yogyakarta dipecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Sebelum perlawan Diponegoro dimulai, terjadi kekisruhan di Istana Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono II atau Sultan Sepuh (1792-1810) memecat para pembesar istana dan mengantinya dengan orang-orang kepercayaannya.

Kanjeng Ratu Ageng, permaisuri Sultan Hamengku Buwono I, yang merupakan nenek Pangeran Diponegoro tidak menyujui tindakan ini. Kanjeng Ratu Ageng beserta Pangeran Diponegoro yang saat itu masih berusia 6 tahun kemudian memutuskan untuk meninggalkan istana menuju Tegalrejo.

Pangeran Diponegoro
  • Perlawanan Rakyat Palembang

Latar belakang munculnya perlawanan Sultan Baharuddin adalah keinginan Belanda untuk menguasai Palembang yang letaknya strategis dan kaya akan barang (Kepulauan Bangka Belitung). Hal ini menimbulkan ancaman bagi Kesultanan Palembang. Sultan Baharuddin memimpin perlawanan terhadap kolonial Belanda dengan menyerang bentengbenteng pertahanan Belanda. Ketika terjadi pergantian kekuasaan akibat Perjanjian Tuntang 1811, kedudukan Belanda digantikan oleh Inggris, Inggris memusatkan sebagian besar perhatianny ke pulau Jawa. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Baharuddin. Diam-diam ia menyerang garnisum Belanda di Palembang.

Baharuddin juga menentang keberadaan inggris di wilayah kekusaannya. Mengetahui sikap tidak kooperatif Baharuddin, Inggris menyerang Palembang tahun 1812, menjarah isi Istana, serta melantik adik Baharuddin menjadi Sultan dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin.

  • Perlawanan Rakyat Sumatra Barat dan Perang Padri

Perang Padri adalah perang yang berangsung di Sumatra Barat dan sekitarnya, terutama di kawasan  Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838. Bermula dari konfl ik internal masyarakat Minangkabau antara golongan adat dan golongan ulama, perang ini akhirnya berubah menjadi perang melawan pemerintah kolonial Belanda.

Latar belakang Perang Padri karena kaum Padri menganggap kaum adat meskipun beragama Islam, mereka masih melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama Islam, seperti berjudi, dan mabuk-mabukan. Kaum Padri berniat untuk memperbaiki kondisi tersebut. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan konfl ik tersebut dengan memberi bantuan kepada kaum adat dalam menghadapi kaum Padri. Dalam pelariannya, Tuanku Imam Bonjol masih sempat berupaya membangun kekuatan kaum Padri kembali, tetapi gagal.

  • Perlawanan Rakyat Bali

Latar belakang munculnya perlawanan rakyat Bali di bawah pimpinan Patih Ketut Jelantik adalah adanya hak tawan karan yang dianggap merugikan Belanda. Hak tawan karang adalah hak yang dimiliki kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas seluruh muatan dan penumpang kapal-kapal asing yang karam di perairan Bali. Hak tawan karang dianggap menghambat Belanda yang ingin menguasai Bali.

Pada 1839, Belanda meminta kepada semua raja di Bali untuk menghapus hak itu. Sebagai gantinya, Belanda akan membayar sejumlah uang untuk setiap kapal yang terdampar di pantai Bali. Raja-raja Bali menyetujui permintaan Belanda. Namun, dalam kenyataannya, Belanda tidak pernah menepati janjinya untuk memberikan uang untuk setiap kapal yang terdampar.

I Gusti Ketut Jelatik

Pada 1844, Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem merampas kapal Belanda yang secara kebetulan terdampar di Pantai Buleleng. Belanda mengultimatum agar seluruh muatan kapal yang yang telah dirampas dikemballikan pada Belanda.

Jelantik kemudian membangun persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lain, seperti Karangasem, Klungkung, Mengwi, dan Gianyar. Dari benteng pertahanannya di Jagaraga (Buleleng), pasukan gabungan dari kerajaan-kerajaan Bali menyerang pos-pos Belanda di wilayah kerajaan tersebut serta menawan para serdadunya.

  • Perlawanan Rakyat Kalimantan

Latar Belakang terjadinya Perang Banjar (1859-1905) antara lain karena monopoli perdagangan Belanda di Kalimantan yang sangat merugikan pedagang pribumi. Selain itu, karena beban pajak dan kewajiban rodi terhadap rakyat yang memberatkan dan intervensi Belanda terhadap urusan internal Kerajaan Banjar.

Tokoh perlawanan di Banjar adalah Pangeran Antasari, sepupu Pangeran Hidayatullah. Pangeran Antasari memimpin serangan terhadap Belanda berkali-kali. Pasukannya berhasil menyerang pos-pos pertahanan Belanda da benteng Belanda di Tabanio hingga menenggelamkan kapal-kapal Belanda. Oleh pengikutnya, Pangeran Antasari mendapatkan julukan Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.

Pangeran Antasari
  • Perlawanan Rakyat Sumatra Utara

Latar Belakang munculnya perlawanan rakyat Tapanuli adalah sikap Belanda yang menginginkan wilayah Tapanuli menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya. Raja Sisingamangaraja XII menolak keinginan Belanda membentuk Pax Neerlandica (ambisi Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara) dan membebaskannya dari segala pengaruh dan intervensi negaranegara lain dan menginginkan Kerajaan Batak tetap berdiri merdeka, bukan dibawah kekuasaan Belanda. Keinginan Belanda tersebut menyebabkan terjadinya perang Tapanuli (1870-1907).

Sisingamangaraja XII
  • Perlawanan Rakyat Aceh

Perlawanan rakyat Aceh terhadap kolonialisme sebenarnya telah dilakukan sejak abad XVII, yaitu ketika Aceh berada di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah sejak tahun 1629-1641. Pada abad XIX, perlawanan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh keingingan Belanda untuk menjadikan Aceh sebagai bagian dari Pax Neerlandica

Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah