Respon Internasional Terhadap Kemerdekaan RI

Setelah Proklamator kemerdekaan RI Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaanRI secara de facto (Pengakuan dari dalam) pada 17 Agustus 1945, gaung kemerdekaanIndonesia membahana ke seluruh penjuru dunia. Namun perlu diingat bahwa untuk berdirisebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsalain secara hukum atau de jure.Pengakuan kedaulatan Indonesia pertama kali bukanlahdilakukan oleh negara-negara Barat, melainkan datang dari negara-negara muslim di TimurTengah. Gaung dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesiryang kemudian disusul oleh Negara-negara lainnya.

Pengakuan Kemerdekaan RI dari Palestina

Foto Mufti Besar Palestina M. Amin Husaini (bersorban) bersama Delegasi Indonesia

Palestina adalah Negara pertama yang mengakui kedaulatan dan kemerdekaan RI di saat negara-negara lain belum memutuskan sikap. Pengakuan ini dilontarkan saat Indonesia masih dijajah tentara Jepang. Pada 6 September 1944, di wakili oleh Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia secara de facto.Pengakuan ini diumumkan melalui Radio Berlin (Jerman) berbahasa Arab.

Berita yang disiarkan melalui radio tersebut terus disebarluaskan selama 2 hari berturutturut. Berita ini juga disiarkan oleh Buletin terkenal, yaitu buletin harian “Al-Ahram”. Saat itu, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini diketahui tengah bersembunyi di Jerman pada permulaan Perang Dunia II. Ulama kharismatik tersebut mengumumkan dukungannya atas kemerdekaan Indonesia di tengah situasi sulit.Ia diketahui tengah berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai kota Al-Quds, Palestina.Tak hanya memberi dukungan, Syekh Muhammad Amin Al Husaini kemudian mendesak Negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mengikuti jejaknya.

Saat ini hubungan antara kedua negara tetap terjalin erat meskipun dengan berbagai kendala politik. Makna hubungan antara kedua negara dalam peristiwa sejarah hingga saat ini adalah sebagai berikut:

  1. Politik

Indonesia termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Palestina setelah dideklarasikannya Negara Palestina di Aljazair, 15 November 1988. Sebagai wujud dukungan lebih lanjut dari Indonesia kepada Palestina, pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah ditandatangani “Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik” antara Menlu RI, Ali Alatas, dan Menlu Palestina, Farouq Kaddoumi, yang sekaligus menandai pembukaan Kedutaan Besar Negara Palestina di Jakarta.

Duta Besar pertama Palestina untuk Indonesia menyerahkan Surat-surat Kepercayaannya kepada Presiden Soeharto pada 23 April 1990. Sebaliknya, Pemerintah RI menetapkan bahwa Duta Besar RI di Tunis juga diakreditasikan bagi Negara Palestina. Sejak 1 Juni 2004, akreditasi Palestina berada di bawah rangkapan KBRI Yordania.

Sejak itu, melalui berbagai forum, termasuk PBB, OKI, dan GNB, Indonesia secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap perjuangan bangsa Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dan kedaulatannya secara penuh. Dalam kaitan ini, Indonesia termasuk negara-negara yang telah memberikan suara dukungan sehingga Palestina dapat menjadi anggota ke-195 UNESCO pada 31 Oktober 2011, dan memperoleh status “negara” (non-member observer state), dari sebelumnya hanya berstatus “entitas” (non-member observer entity), dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB 29 November 2012.

Pada tanggal 10 September 2015, Majelis Umum PBB mengesahkan rancangan resolusi, yang memperkenankan pengibaran bendera negara-negara peninjau PBB (Tahta Suci Vatikan dan Palestina) di Markas dan kantor-kantor PBB, melalui pemungutan suara, dengan hasil 119 mendukung, 45 abstain, dan 8 menolak. Indonesia menjadi salah satu co-sponsor dan memberikan suara mendukung dalam pemungutan suara. Selain Indonesia, Palestina memperoleh co-sponsorship dari 54 negara yang lain.

Selama 2015, Indonesia juga telah menjadi tuan rumah dua konferensi, yaitu: (1) KTT Asia-Afrika pada bulan April 2015 dalam rangka memperingati 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, yang diselenggarakan Pemri dan menghasilkan a.l. deklarasi khusus mengenai dukungan kepada Palestina, dan (2) International Conference on the Question of Jerusalem, 14–15 Desember 2015, serta UN Civil Society Forum on the Question of Palestine, 16 Desember 2015, yang diselenggarakan PBB atas kerja sama dengan OKI dan Pemri di Jakarta.

Pada tataran bilateral, kedua negara belum dapat merealisasikan banyak kerja sama nyata sehubungan dengan keterbatasan yang dialami Palestina akibat pendudukan israel. Meskipun demikian sejak tanggal 13 Maret 2016, Indonesia telah memiliki Konsul Kehormatan yang terletak di Ramallah, yang bertugas antara lain mempromosikan kerja sama antara kedua negara.

  • KTT OKI & Deklarasi Jakarta

Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) pada 6-7 Maret 2016 di Jakarta guna membahas dukungan terhadap Palestina yang dituangkan dalam Resolusi dan Deklarasi Jakarta. Terdapat 56 negara anggota, 4 negara pengamat, dan 4 pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dengan israel dalam KTT ini.

Draft Resolusi berisi tentang upaya menegaskan kembali posisi, prinsip dan komitmen OKI terhadap Palestina dan Al-Quds Al-Sharif. Resolusi ini diharapkan sejalan dengan kehendak rakyat Palestina. Sementara Deklarasi Jakarta berisi tentang inisiatif Indonesia yang memuat rencana aksi konkret para pemimpin OKI untuk penyelesaian isu Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.

  • Ekonomi

Perdagangan bilateral Indonesia-Palestina belum menunjukkan volume yang besar. Minimnya volume perdagangan kedua negara tidak terlepas dari kondisi dalam negeri Palestina yang terus dilanda konfl ik serta kebijakan pembatasan pergerakan manusia dan arus barang ke/dari Palestina oleh pemerintahan israel.

  • Sosial Budaya

Indonesia dan Palestina memiliki kerja sama bilateral di bidang pendidikan, yang telah menghasilkan peningkatan jumlah WN Palestina serta WN Yordania keturunan Palestina yang menempuh studi di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, baik melalui beasiswa maupun pembiayaan pribadi. Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Palestina juga memiliki kerja sama di bidang pendidikan yang tertuang dalam MoU tentang kerja sama pendidikan dan pelatihan dalam hubungan diplomatik. MoU tersebut ditandatangani di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2007. Salah satu bentuk kerjasamanya adalah pelatihan bagi pada diplomat Palestina di Indonesia yang difasilitasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu RI.

Melalui upaya bersama KBRI Amman dan ikatan alumni Palestina yang pernah belajar di Indonesia, telah dibentuk Palestinian-Indonesian Friendship Association (PIFA) yang telah mendapat pengesahan dari Kemendagri Palestina pada tanggal 1 Oktober 2013. PIFA telah berperan dalam mempererat hubungan P-to-P kedua bangsa, termasuk mediasi hubungan sosial-budaya, seperti dalam hal penyaluran beasiswa Indonesia kepada pelajar Palestina serta kegiatan seni-budaya lainnya.

Di bidang pariwisata, pada saat kunjungan PM Palestina ke Indonesia di tahun 2014, telah ditandatangani MoU di bidang pariwisata. Salah satu bentuk implementasi MoU tersebut adalah penyelenggaraan pameran, konferensi, lokakarya, dan seminar untuk mendorong kunjungan wisatawan dari kedua negara. Industri wisata adalah salah satu pemasukan penting bagi Palestina, mengingat keterbatasan sumber daya yang dimilikinya. Indonesia dan Palestina memiliki kerja sama kota kembar, yaitu antara ibukota negara, Jakarta dan Al-Quds Al-Shareef. MoU tersebut ditandatangani pada tanggal 22 Oktober 2007 yang meliputi kerja sama antara lain di bidang pengendalian bencana dan krisis, pendidikan dan pelatihan, sosial dan budaya.

  • Konsul Kehormatan RI di Ramallah

Pada tanggal 13 Maret 2016, Menlu RI telah melantik Konsul Kehormatan (Konhor) RI di Ramallah, Ibu Maha Abou Susheh. Pelantikan tersebut dilaksanakan di KBRI Amman, dan dihadiri oleh Menlu Palestina, H.E. Riyad Malki, para Dubes asing di Yordania, pejabat Pemerintah, dan para undangan lainnya. Saat ini di mana pandemi Covid 19 sedang melanda Indonesia, namun hubungan kedua negara tetap erat. Perwujudan hubungan erat tersebut nampak dari bantuan Indonesia ke para pengungsi Palestina.